Ikatan Aqidah
Oleh: Pungki Bullock
Islam menempatkan ikatan-ikatan kemanusiaan atas dasar darah, keturunan dan kekerabatan sebagai hal penting dalam kehidupan manusia. Ikatan-ikatan duniawi itu diperlukan sebagai sarana interaksi antar sesama manusia. Keberagaman ras, etnis, suku dan sebagainya merupakan khazanah kemanusiaan yang sengaja diciptakan Allah SWT untuk kepentingan hidup manusia. Dengan aneka ragam perbedaan itu kehidupan manusia di dunia ini jadi penuh warna dan nuansa yang indah. Bahkan dari sini pulah tumbuh berbagai ragam peradaban, kebudayaan, bahasa dan lain-lain, yang memperkaya wawasan kemanusiaan.
Allah SWT dalam Quran Surah Al Hujuraat: 13:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakanmu dari jenis-jenis laki-laki dan wanita dan menjadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar kalian saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah siapa diantaramu yang paling taqwa…”
Namun Allah juga menetapkan bahwa semua ikatan duniawi di atas tidak boleh dijadikan dasar loyalitas dan persaudaraan. Satu-satunya ikatan yang boleh dijadikan dasar loyalitas dan persaudaraan adalah ikatan aqidah. Karena kesamaan Aqidah itulah semua muslim di pelosok bumi ini bersaudara, apapun ras, etnis dan kebangsaanya. Karena ikatan aqidah itu pula semua orang beriman, sejak jaman nabi Adam Alaihi Sallam hingga akhir jaman, terikat tali persaudaraan. Ikatan persaudaraan antara sesama kaum beriman yang melampaui perbedaan zaman dan tempat itu digambarkan
Allah dalam firmanNya dalam Quran Surah Al Hujuraat: 10:
Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara. Maka damaikanlah (jika ada peperangan atau perselisihan) antara saudaramu..”
Bahkan ikatan persaudaraan aqidah yang melampaui segala waktu itu diabadikan dalam bentuk doa yang diajarkan Allah kepada kita dalam surah Al-Hasyru: 10:
Wahai Robb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan dosa-dosa saudara-saudara kami seiman sebelum kami. Dan janganlah Engkau tanamkan dalam hati kami penyahit ghil (iri, benci, dendam) terhadap orang-orang beriman. Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun dan Maha penyayang..”
Doa diatas dan juga doa yang kita kerap dengar dalam khotbah2 yang berbunyi “Allahummagfir Lil Mu’mina wal mu’minat” dengan jelas menggambarkan pertautan hati yang kuat dalam persaudaraan abadi antara sesama mukmin. Tidak ada lagi ikatan persaudaraan dan pertautan hati yang lebih hebat dan lebih indah dari ikatan aqidah. Disisi lain, persamaan aqidah pula yang ditetapkan Allah sebagai dasar kepemimpinan dan pemberian loyalitas. Seseorang muslim hanya boleh menyerahkan loyalitasnya kepada orang-orang yang beriman yang senantiasa sujud dan ruku kepada Allah SWT. Seperti juga kita hanya diizinkan Allah mengangkat pemimpin dari kalangan orang beriman. Pelanggaran terhadap ketentuan Allah ini diancam dengan azab yang amat berat.
Allah menegaskan dalam Quran Surah Al Maidah : 55-56:
Sesungguhnya wali-wali kamu adalah Allah, Rosulnya dan orang-orang beriman yang
menegakkan sholat dan membayar zakat, dan mereka tunduk (kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan Allah SWT). Dan barangsiapa yang berpaling dari ketentuan Allah dan Rosulnya itu ketahuilah sesungguhnya Hizbullah (golongan pemebela Agama Allah) akan menang..”
Pada ayat lain Allah dengan tegas mengancam mereka yang suka atau lebih suka memberikan loyalitas dan mengangkat wali (pemimpin, sahabat dekat) kaum yahudi dan nasrani. Firmannya dalam Quran surah Al Maida: 51:
“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mengangkat/menjadikan orang-orang yahudi dan nasrani sebagai wali (pemimpin, penolong, sahabat dekat) bagimu. Sebab sebagian mereka adalah wali dari golongannya. Maka, barangsiapa yang mengambil mereka sebagai wali, sesungguhnya dia termasuk golongan mereka (golongan nasrani atau Yahudi). Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dholim..”
Apa yang terjadi di berbagai belahan bumi di dunia, membuktikan kepada kita betapa amat berbahayanya mempercayai, apalagi menjadikan sahabat, teman penolong dan pemimpin dari golongan orang-orang yahudi dan Nasrani.
Kita harus senantiasa memelihara semua ikatan kemanusian dunia itu, sepanjang dibawah aqidah. Kita dapat memelihara dan mempererat semua ikatan duniawi, sepanjang hubungan itu berguna dan mendukung tegaknya persaudaraan dan pertautan hati berazaskan aqidah. Sebaliknya, kita harus berani meninggalkan—bahkan memutuskan—semua ikatan-ikatan duniawi itu manakala ikatan itu bertabrakan dengan aqidah dan merusak persaudaraan iman.
Itulah teladan yang dicontohkan Rasullah SAW dan para nabi yang lainnya seperti Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Luh dan lain-lain Alaihimussalam. Mereka rela memutuskan semua keterikatan kepada ayah, ibu, istri, anak, kerabat, suku dan sejenisnya manakala semua itu mengganggu tegaknya Aqidah dan tegaknya risalah.
========================
Jika Anda menemukan fault atau kesalahan dalam tulisan ini, salahkanlah saya karena saya adalah manusia tempat salah, dan mohon jangan menyalahkan Allah SWT, Rosullah SAW, dan Islam.
Wassalamualaikum wr. Wb.
Comments
Post a Comment
TERIMA KASIH ATAS KOMENTAR ANDA.